khutbah hari ini (30 Desember 2016) tentang surah al-'Ashr dalam konteks menyambut tahun baru masehi 2017, di Masjid Rahmah Desa Sungai Alam, kec. Bengkalis
manusia akan selalu rugi, kecuali bagi orang:
- beriman kepada Allah swt.
- mengerjakan amal kebaikan (amal saleh)
- nasehat-menasehati dalam meneguhkan atau berpegang teguh pada kebenaran, dan
- nasehat-menasehati untuk selalu bersabar
wallahu A'lam...
Jumat, 30 Desember 2016
Senin, 19 Desember 2016
Rabu, 05 Oktober 2016
SOLUSI MENGATASI
KESENJANGAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM[1]
Oleh: Saiful
Bahri, S. Pd.I., M. SI[2]
Seakan-akan
sudah menjadi sunnatullah (faktor alamiah), bahwa yang namanya
fakir-miskin, juga pengangguran, yang notabene mereka yang belum diuntungkan
dalam hal ekonomi selalu tetap menempel dalam kehidupan bermasyarakat. Bisa
juga dikatakan bahwa strata sosial (mungkin) tidak akan lengkap bila golongan
tersebut tidak ada. Secara umum, terdapat tiga klaster dalam strata sosial,
yaitu golongan atas, golongan menengah dan golongan bawah. Mereka yang fakir,
miskin, pengangguran, dan pihak lemah lainnya (dhu’afa’) masuk dalam
kategori ketiga, golongan bawah.
Dengan
pendapatan atau pemasukan kurang dari 2 Dollar per hari, tidak memungkinkan
mereka untuk hidup seperti golongan menengah, apalagi golongan atas. Itu juga
dinilai jika ada yang bisa dikerjakan untuk menyambung hidup, bila tidak, sudah
tentu hidup mereka semakin terpuruk.
Mungkinkah
fakir-miskin dan pihak yang tidak berpunya bisa hilang dari permukaan bumi ini?
Pasalnya, seperti banyak disampaikan bahwa pada masa Dinasti Abbasiah, di waktu
tampuk kekhalifahan dipimpin oleh Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, tidak
seorang pun yang tergolong dalam mustahiqquz zakah,[3]
alias orang susah. Sehinnga harta zakat yang terkumpul diekspor ke daerah lain.
Jika
itu yang terjadi, berarti permasalahan kesenjangan ekonomi dalam
masyarakat—yang sering menjadi topik menarik diperbincangkan oleh para ekonom
dan pengamat kehidupan sosial-masyarakat—secara optimistis bisa teratasi.
Tinggal lagi bagaimana sistem yang pernah dipraktekkan oleh ‘Umar bin ‘Abdul
‘Aziz tersebut bisa terimplementasi secara komprehensif dan terintegral.
Sebagai
pemimpin yang sangat sederhana, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz selalu menjunjung tinggi
kepentingan rakyatnya dibanding kepentingan keluarganya, apalagi dirinya
sendiri. Sehingga, sebagaimana pernah diceritakan bahwa semenjak terpilih
menjadi khalifah, beliau hanya memakai sehelai baju untuk satu hari. Padahal,
sebelum menjadi khalifah, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengenakan baju paling tidak
dua atau tiga dalam sehari, seperti itu juga yang sering dilakukan orang jamak.
Pernah
juga diceritakan, ketika ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz baru saja terpilih sebagai
khalifah, ia menyampaikan kepada istrinya, bahwa semua harta yang berharga yang
terdapat di rumahnya akan diserahkan kepada baitul mal, yaitu kas negara. Jika
itu tidak disetujui, sebagai konsekuensinya, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz siap
berpisah dari istrinya tercinta itu.
Dengan rasa bangga, dan sebagai seorang istri solehah, tentunya ia tetap
ingin mendampingi suaminya itu sampai akhir hayat.
Dengan
demikian terjawab sudah, bahwa solusi pertama untuk mengatasi kesenjangan
ekonomi dalam kehidupan masyarakat adalah menjunjung tinggi hak masyarakat untuk
mencapai kesejahteraan. Kebijakan seperti ini mesti dilakukan dari pemimpin
suatu bangsa atau negara. Karena merekalah yang paling berwenang untuk mengubah
segala sistem yang melekat dalam kehidupan masyarakat.
Dari
cerita singkat Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz di atas, juga tersirat solusi
kedua dalam mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat, yaitu tentang
kesederhanaan pemimpin. Dengan kesederhanaan yang ditampakkan oleh ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz, menjadikan Dinasti Abbasiah ketika itu mencapai titik
kemajuannya. Sebaliknya, masyarakat tidak mungkin bisa sejahtera bila pemimpin
mereka bergelimang harta, materialis yang pada akhirnya membusungkan dada
mengusung jiwa hedonis.
Tidak
mungkin kesejahteraan secara akumulatif menyentuh masyarakat sampai ke akar
rumput, jika kekayaan lebih banyak terkonsentrasi di kalangan pimpinan (kaum
elite). Seandainya pemimpin pertama bergelimang harta, sudah tentu diikuti
pemimpin kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada akhirnya, konsentrasi kekayaan di
jajaran pimpinan itu akan mereduksi bagian kesejahteraan dalam hal penguasaan
materi (endowment) bagi masyarakat bawah, kemudian yang paling bawah.
Skenario ini paling tepat disebut dengan Istilah prototype paradigma
kapitalis yang sudah lama menggurita di dunia.
Dalam
hal itu, mungkin kisah kehidupan Ahmadinejad, Presiden Iran yang terkenal
dengan kesederhanaannya[4]
bisa dipedomani oleh pemimpin-pemimpin lain. Masalahnya, bagaimana jajarannya
mau tampil lebih smart, misalnya, jika presidennya saja tampil dan hidup
sederhana. Namun, jika sebaliknya yang ditemui dalam kehidupan bawahannya,
seperti berpenampilan smart serta hidup mewah dan bergelimang harta,
maka perlu dipertanyakan rasa malu yang sejak lahir dianugerahi padanya.
Tidakkah bawahan akan merasa malu berpenampilan mewah, jika ‘bos’nya tampil
sederhana?
Solusi
ketiga dalam mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat adalah dengan
menggalakkan sumber-sumber pendapatan negara dan pendistribusiannya yang adil.
Secara sederhana pendapatan negara terbagi dua, pendapatan negara dari pajak
(PNDP) dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Dalam
konteks itu, ada baiknya jika ditelusuri sumber-sumber pendapatan di masa
Rasulullah saw.—baik primer maupun sekunder—untuk bisa dijadikan pedoman, yaitu
zakat,[5] ushr,[6]
zakat fitrah, wakaf, amwal fadhila,[7] nawaib,[8]
sedekah, dan khumus atas rikaz.[9]
Sebagaimana jamak diketahui bahwa
tidak ada penyimpangan yang terjadi pada pemerintahan Rasulullah saw. tersebut.
Sehingga semua harta yang terkumpul di Baitul Mal sebagai kas negara
terdistribusi dengan semestinya.
Terakhir, sebagai solusi keempat
untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat adalah dengan menciptakan
lapangan kerja penuh (full employment). Masyarakat, selain diharapkan
bisa hidup mandiri—seperti bergelut di bidang entrepreneur—bebas memilih
jalan untuk memenuhi kebutuhannya, juga perlu dibimbing atau pilihan tersebut
juga disediakan oleh pemerintah. Dalam hal keuangan, sistem seperti ini disebut
dengan managed floating. Artinya, masyarakat dibiar bebas memilih pekerjaannya
masing-masing, tetapi dalam suatu kondisi, pemerintah perlu turun tangan dalam
menawarkan dan memberi peluang kerja.
Karena tidak semua manusia sama, ada
yang kreatif dan tentunya ada juga tidak tahu-menahu mengurus masalah perutnya
sendiri. Atau mereka tidak diuntungkan secara struktural atau disebabkan faktor
alamiah atau bawaan. Seperti kaum yang termarginal dalam banyak hal, orang
berkebutuhan khusus (difabel), sudah tentu masuk dalam kategori itu. Sebagai
cerminan, di masa Rasulullah saw. orang tua jompo, orang cacat, dan siapa pun
yang tergolong fakir-miskin akan mendapat bantuan dari negara.
Dalam hal itu, semestinya pemerintah selalu ‘melek’ dalam
memberi perhatian agar kesejahteraan mencapai tingkat ekonomi berkapasitas
penuh (full capacity economy).
[1] Disampaikan dalam
kegiatan pengabdian pada masyarakat di Pondok Modern Nurul Hidayah Bantan Tua,
kec. Bantan, Kab. Bengkalis dengan tema: Literasi Ekonomi Islam Di Madrasah Aliyah/SLTA
Sederajat
[2] Dosen STIE Syariah
Bengkalis
[3] Orang-orang yang
berhak menerima pembagian harta zakat.
[4] Kononnya dia tidak
mengambil hasil dari gajinya sebagai presiden, pendapatannya untuk hidup hanya
dari gaji mengajar di sebuah perguruan tinggi di negerinya. Dia tetap tinggal
di rumah pribadinya, sementara rumah dinas kepresidenan sudah dikonversi
menjadi museum. Ketika ia datang ke Indonesia dan Pemerintah Indonesia
memfasilitasinya dengan hotel mewah, ia menolak dan lebih memilih penginapan
yang begitu sederhana.
[5] Yaitu zakat mal
(harta), akan dikeluarkan oleh setiap muslim ketika hartanya sudah mencapai haul
(batas satu tahun) dan nishab (batas minimal harta untuk dikeluarkan
zakatnya).
[7]
Harta kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau harta mereka yang
meninggalkan negerinya.
[8] Pendapatan dari orang
kaya muslim untuk darurat negara.
[9] Seperlima dari harta
temuan
Jumat, 19 Agustus 2016
SILABUS MATA KULIAH
Mata Kuliah :
Ekonomi Islam II (Ekonomi Makro Islami)
Kode Mata
Kuliah/SKS : MKK 2401
Mata
Kuliah Prasyarat : Pengantar
Ekonomi Mikro dan Makro, Studi Kelayakan Bisnis
Waktu Pertemuan : 14 (empat belas) pertemuan
Deskripsi
Mata Kuliah:
Mata
kuliah ini membahas tentang uang dalam ilmu makro ekonomi Islami, inflasi dalam
perspektif Islam, tingkat nilai tukar uang dalam perekonomian tanpa bunga,
kebijakan moneter Islami, kebijakan fiskal Islami dan keseimbangan umum (Islamic General Equilibrium).
Tujuan:
Mata
kuliah ini bertujuan untuk pertama, memberikan argumentasi teoritis ekonomi
Islami sebagai dasar bagi ilmu terapannya yaitu keuangan, manajemen organisasi,
akuntansi, dan perencanaan kebijakan ekonomi Islami, kedua, memberikan
kemampuan analisis lingkungan ekonomi yang diperlukan dalam menjalankan
kegiatan sebagai akademisi maupun praktisi ekonomi dalam koridor syariah.
Bahan Bacaan:
Beberapa
buku rujukan dalam perkuliahan ini sebagai berikut:
1. Karim,
Adiwarman A., 2014, Ekonomi Makro
Islami, Jakarta, Rajagrafindo Persada, ed. III, cet. VII
2. Qardhawi,
Yusuf, 2002, Hukum Zakat (terj.) Salman Harun, dkk., Jakarta, Litera
Antarnusa, Cet. VI
3.
Mufraini, M. Arif, 2006, Akuntansi dan Manajemen Zakat;
Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta, Kencana
4. Mardani,
2015, Hukum Sistem Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, ed.
I, cet. I
5.
Nasution, Mustafa Edwin, dkk., 2007, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam,
Jakarta, Prenada Media Group, ed. I, cet. II
6. Al-Maliki,
Abdurrahman, 2001, As-Siyasatul Iqtishadyyatu al-Mutsla, (terj),
Ibnu Sholah, Politik Ekonomi Islam, Bangil Jatim, Al-Izzah, cet.
I
7. Ash-Shadr,
Muhammad Baqir, 2008, Iqtishaduna, (terj), Yudi, Buku Induk
Ekonomi Islam, Jakarta, Zahra, cet. I
Metode Pembelajaran
Metode
yang digunakan dalam perkuliahan ini adalah metode diskusi makalah kelompok dan
perkuliahan mimbar. Dari kedua metode itu, diharapkan mahasiswa aktif dalam
proses belajar untuk memahami subjek yang dibahas.
Evaluasi Hasil Pembelajaran
Hasil
belajar mahasiswa akan dinilai dari beberapa aspek dalam tabel di bawah ini:
No
|
Aspek penilaian
|
bobot
|
01
|
Kehadiran (minimal 75%)
|
10%
|
02
|
Tugas terstruktur
|
10%
|
03
|
Keaktivan diskusi
|
10%
|
04
|
UTS
|
30%
|
05
|
UAS
|
40%
|
No
|
Nilai Total
|
Huruf Mutu
|
01
|
≥ 80
|
A
|
02
|
≥ 70 - < 80
|
B
|
03
|
≥ 60 - < 70
|
C
|
04
|
≥ 50 - < 60
|
D
|
05
|
≥ 40 - < 50
|
E
|
Kehadiran:
Mahasiswa
yang tidak hadir lebih dari 25% maka yang bersangkutan tidak berhak mengikuti
Ujian Akhir Semester (UAS).
Jadwal Perkuliahan
No
|
Tanggal
|
Topik Bahasan
|
Bacaan
|
1
|
Minggu ke-1
|
Penjelasan Umum kontrak perkuliahan
dan materi secara keseluruhan (tatap muka pertama)
a. pakaian berbusana muslimah bagi
mahasiswi dan kemeja bagi mahasiswa serta memakai sepatu
b. keterlambatan kehadiran mahasiswa
maksimal 15 menit dari jadwal dan bagi dosen berlaku sama
c. tidak meninggalkan perkuliahan
selama perkuliahan berlangsung
d. Hand Phone tidak dibunyikan selama
perkuliahan berlangsung
d. pembagian kelompok pemakalah
|
Kontrak perkuliahan
|
02
|
Minggu ke-2
|
Uang dalam Ilmu Makro Ekonomi Islam
Cakupan:
•
Uang sebagai public goods, modal
sebagai private goods
• Uang
sebagai flow concept, modal sebagai stock concept
• Fungsi
uang
• Teori
konvensional tentang uang
|
Makalah
|
03
|
Minggu ke-3
|
Uang dalam Ilmu Makro Ekonomi Islami
Cakupan:
• Nilai
waktu dari uang (time value of money)
Nilai ekonomi dari waktu (economic value of time)
|
Makalah
|
04
|
Minggu ke-4
|
Uang dalam Ilmu Makro Ekonomi Islam
Cakupan:
• Profitability,
actual return, risk and return sharing
• Expected
average return and interest rate burden
|
makalah
|
05
|
Minggu ke-5
|
Inflasi dalam Perspektif Islam
Cakupan:
• Teori
inflasi al-Maqrizi
• Natural
inflation
• Tax-push
inflation
• Corruption-push
inflation
• Monetary
inflation
|
Makalah
|
06
|
Minggu ke-6
|
Nilai Tukar Uang dalam Perspektif
Islam
Cakupan:
• Teori
nilai tukar konvensional:
• Purchasing
power parity
• permintaan
dan penawaran uang dalam negeri
• Penawaran
mata uang luar negeri
• Equilibrium
in fixed exchange rate
|
Makalah
|
07
|
Minggu ke-7
|
Nilai Tukar Uang dalam Perspektif
Islam
Cakupan:
• Equilibrium
in floating exchange rate
• Penawaran
uang dan nilai tukar uang dalam jangka pendek
• Teori
nilai tukar Islami:
• perubahan
harga terjadi di dalam negeri
• perubahan
harga terjadi di luar negeri
|
Makalah
|
08
|
Minggu ke-8
|
UTS
|
Pembahasan 1-7
|
09
|
Minggu ke-9
|
Kebijakan Moneter Islami
Cakupan:
• Mazhab
Iqtishaduna: perfectly elastic money supply
• Mazhab
Mainstream: perfectly inelastic money supply (exogenous money supply)
• Mazhab
Alternatif: elastic money supply (endogenous money supply)
• Money
demand
|
Makalah
|
10
|
Minggu ke-10
|
Instrumen Moneter Islami
Cakupan:
• Instrumen
Mazhab iqtishaduna
• Instrumen
Mazhab Mainstream
• Instrumen
Mazhab Alternatif
|
Makalah
|
11
|
Minggu ke-11
|
Kebijakan Fiskal Islami
Cakupan:
• Struktur
APBN Rasulullah dan Khulafa’ ar-Rasyidin
• Rarely
deficit budget
• Porsi
yang besar untuk infrastruktur
• Sistem
zakat proporsional
• Siklus
bisnis yang lebih stabil
|
Makalah
|
12
|
Minggu ke-12
|
Kebijakan Fiskal Islami
Cakupan:
• Dampak
pajak terhadap penawaran
• Pajak
regresif untuk peternakan
• Kharaj
based on productivity
• Good
governance
|
Makalah
|
13
|
Minggu ke-13
|
Islamic General Equilibrium (Mazhab
Mainstream)
Cakupan:
• Keseimbangan
di pasar uang
• Keseimbangan
dalam fungsi saving, investment and income
• Uang
dan perekonomian
|
Makalah
|
14
|
Minggu ke-14
|
Islamic General Equilibrium (Mazhab Mainstream)
Cakupan:
• Aggregate
demand
• Aggregate
supply
• General
equilibrium
|
Makalah
|
15
|
Minggu ke-15
|
Review of the Study
|
Makalah dari 8-12
|
16
|
Minggu ke-16
|
UAS
|
Pembahasan 8-12
|
Bengkalis,
27 April 2016
Dosen
Pengampu Mata Kuliah Ekonomi Islam II
Saiful
Bahri, M.SI
Mengetahui,
Wakil
Ketua I Kaprodi
AS
Zulhendri,
SE., MM. Dariana,
SE., MM
Langganan:
Postingan (Atom)